Rukun Wakaf


1. Rukun Wakaf

Menurut madzhab Hanafi bahwa rukun wakaf hanya satu, yakni akad yang berupa ijab (pernyataan dari wakif), sedangkan qobul (pernyataan penerima wakaf) tidak termasuk rukun bagi ulama Hanafi, hal ini disebabkan akad tidak bersifat mengikat.

Menurut madzhab jumhur (Maliki, Syafi’i, Hambali), rukun wakaf ada empat, atau disebut unsur utama wakaf, yakni :

1. Wakif (orang yang berwakaf)

2. Maukuf ‘alaih (orang yang menerima wakaf)

3. Maukuf (benda yang diwakafkan)

4. Shigot

Pendapat yang sama juga ditemui dalam pendapat Jalaluddin Al-Mahalli, Ibnu Qosim Al-Ghozali, dan Muhammad Musthafa Tslaby.[1]

2. Syarat Wakaf

- Syarat Wakif

Orang yang mewakafkan disyaratkan cakap bertindak dalam membelanjakan hartanya. Kecakapan bertindak disini meliputi 4 macam kriteria, yaitu:

1. Merdeka.

2. Berakal sehat.

3. Dewasa.

4. Cerdas (pandai

Jalaluddin Al-Mahalli menambahkan, si wakif bebas berkuasa atas haknya serta dapat menguasai atas benda yang diwakafkan.[2]

- Syarat Mauquf ‘Alaih

Mauquf ‘Alaih yaitu orang atau badan hukum yang berhak menerima harta wakaf. Adapun syarat-syaratnya ialah:

1. Harus dinyatakan secara tegas pada waktu mengikrarkan wakaf, kepada siapa/apa ditujukan wakaf tersebut.

2. Tujuan wakaf itu harus untuk ibadah

- Syarat Mauquf

Benda-benda yang diwakafkan dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Abadi untuk selama-lamanya

2) Benda yang diwakafkan harus tetap zatnya, dan dapat dimanfaatkan untuk jangka lama

3) Jelas wujudnya. Bila tanah harus jelas batasannya

4) Bisa benda bergerak atau benda tidak bergerak

- Syarat Shighat

Shigot adalah pernyataan wakif sebagai tanda penyerahan barang atau benda yang diwakafkan, dapat dilakukan secara lisan atau tulisan. Dengan pernyataan itu, maka tinggallah hak wakif terhadap benda tersebut.

Shigot juga mempunyai syarat tertentu, yakni shigot itu tidak digantungkan, tidak diiringi syarat tertentu, jelas dan terang, tidak menunjukkan atas waktu tertentu atau terbatas dan tidak mengandung pengertian untuk mencabut kembali terhadap wakaf yang diberikan.

Disamping rukun-rukun wakaf tersebut diatas ada pula syarat-syarat sahnya suatu perwakafan benda atau harta seseorang.

Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut :

1. Wakaf tidak dibatasi dengan waktu tertentu sebab perbuatan wakaf berlaku untuk selamanya.[3]

2. Tujuan wakaf harus jelas, tanpa menyebutkan tujuannnya secara jelas perwakafan tidaklah sah. Namun demikian, apabila seorang wakif menyerahkan harta atau bendanya kepada suatu badan hukumm tertentu yang sudah jelas tujuan dan usahanya, wewenang untuk penentuan tujuan wakaf itu berada pada badan hukum yang bersangkutan.[4]

3. Wakaf harus segera dilaksanakan setelah dinyatakan oleh yang mewakafkan tanpa digantungkan pada peristiwa-peristiwa yang akan terjadi dimasa yang akan datang, sebab pernyataan wakaf mengakibatkan lepasnya hak milik bagi yang mewakafkan.[5]

4. Wakaf merupakan perkara wajib yang wajib dilaksanakan tanpa adanya hak khiyar(membatalkan atau melangsungkan wakaf yang telah dinyatakan), sebab pernyataan wakaf berlaku seketika dan untuk selamanya.[6]

5. Saksi

6. Pencatatan wakaf

[1] Abdul Halim, MA. Hukum Perwakafan Di Indonesia, Ciputat Press 2005. hal 17

[2] ibid

[3] Dr. H. Hendi Suhendi, M.Si, Fiqih Mu’amalah, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,2002. hal. 242

[4] Muhammad daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Universitas Indonesia Press, 2006 hal 88

[5] Dr. H. Hendi Suhendi, M.Si, op-cit. hal 243

[6] Drs, Ahmad Rofiq, MA, Hukum Islam Di Indonesia, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,2003. hal 501
Baca Juga