Cermin Jati Diri?

Cermin Jati Diri?
Cinta pada pandangan pertama melihat  penampilan JKT48 di teater, Uwo –sapaan  Genderuwota– rajin mencari tahu tentang  JKT48 lewat internet. Seperti dimabuk cinta dan  ingin ketemu orang yang dicintainya, dia pun  tidak abses nonton pertunjukan teater kedua,  ketiga, keempat, dan seterusnya. Walaupun  untuk itu dia harus merogoh kocek tidak  sedikit. Ketemu idola memang tidak gratis  sodara-sodara! Bukan hanya buat beli tiket nontonnya,  juga pernak-pernik JKT48 yang dijual di  depan area teater yang sangat “menggoda”  dompet.
Uwo bahkan menulis buku berjudul  Dunia Delusi, berisi kisah-kisah penggemar  inspiratif dan unik dari anggota komunitas.  Dengan royalti yang didapat dari buku itu,  Uwo bercita-cita dapat membangun rumah  singgah di Jakarta untuk penggemar-penggemar dari daerah yang perlu  penginapan saat menonton teater JKT48.  Wow!

Cermin Jati Diri?

Kenapa ya ada orang mengidolakan artis  sampai segitunya?  Menurut para psikolog  sih, kegiatan menggemari idola bisa  dikatakan upaya untuk mencari jati diri.  Tokoh yang diidolakan sebetulnya  merupakan ekspresi keinginan diri, salah  satunya obsesi dari sisi fisik misalnya cantik,  ganteng, atau keren.Tapi masak iya, jati diri  cowok ditemukan pada idolanya yang  notabene cewek? Nggak nyambung kan.  Ada juga yang bilang, mencintai idola itu  karena sedang mencari panutan. Terutama  itu buat remaja. Tapi kalo buat yang udah  agak dewasa, mencintai idola itu merupakan  penyalur hiburan atau rekreasi. Hmm…kalo buat panutan, mustinya  idola itu ya yang berprestasilah, sukses di  akademik, sukses di karier atau yang soleh-solehah, baik luar dalam perilaku dan  pemikirannya.
Jadi, kayaknya lebih pas kalo  mengidolakan itu hanya sebatas hiburan.  Pelarian dari kesumpekan hidup barangkali.  Juga, demi kepuasan batin karena bertemu  orang-orang yang kebetulan memiliki hidup  “sempurna”. Cantik/tampan, tajir dan ngetop.  Dan mereka bermimpi, idola itu adalah  representasi dirinya. Kasihan! Jangan Ditiru Yang jelas, perlu diwaspadai jika mulai  muncul perilaku berlebihan pada proses  idolasisasi ini (halah). Misalnya sampai  mengutamakan nonton idola dibanding  aktivitas positif lainnya. Menghabiskan waktu  terlalu lama untuk menonton idolanya,  hingga mengganggu tugas wajibnya.  Menghabiskan banyak uang demi mengoleksi  pernak-pernik idolanya.  Kalo remaja muslim sampai seperti itu,  tandanya pasti dia melalaikan kewajibannya  sebagai hamba Allah SWT. Iyalah, jangan-jangan doi lebih banyak nyambangi teater  dibanding masjid. Lebih rutin main twitter  dibanding tilawah Quran. Lebih khusyu  nonton aksi idolanya dibanding menjalankan  ibadahnya.
Bahaya lainnya, jika remaja tersebut  mulai bertransformasi dan mengadaptasi  seluruh karakter dan sifat idola, tanpa  berfikir halal-haramnya. Hmm…ini yang  bahaya. Lah, apa kata dunia kalo para fans  cowok itu bertransformasi bak idolanya yang  notabene cewek? Gawat![]
Baca Juga