Banyak Perusahaan di Siak Abaikan Hak Karyawan

Mencengangkan disaat membaca kabar mengenai sejumlah 5.425 perusahaan mengabaikan iuran jamsostek yg notabene iuran tersebut yakni hak pekerja (inilahkoran, 19-4-2012).

Satu lagi masalah bagi para pekerja muncul, belum selesai mereka dihantui bayang-bayang kenaikan harga BBM, saat ini mereka dihadapkan terhadap suatu kasus tak dibayarnya iuran pekerja (peserta jamsostek) oleh pihak perusahaan.

Besaran nominal angka yg belum dibayar bukanlah angka yg mungil. Bahkan besaranya mencapai Rupiah 250 miliar. Yg lebih ironisnya lagi bahwa angka tersebut merupakan kenaikan angka dari th pada awal mulanya yg mencapai angka 230 miliar. Artinya kasus terabaikannya hak pekerja bukan berlangsung kali ini saja, kasus tersebut telah berangsur-angsur dari th pada awal mulanya.

Keseluruhan dana yg belum dibayar perusahaan berasal dari sekian banyak jaminan-jaminan yg lumayan utama seperti jaminan hri lanjut usia (JHT) yg mencapai Rupiah 196 miliar, jaminan kecelakaan kerja(JKK) se besar Rupiah 24 miliar, jaminan kematian segede Rupiah 11 miliar, & jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) se gede Rupiah 18 miliar. Seluruh itu terbagi dalam komposisi kota Bekasi yg mengantongi piutang mencapai Rupiah 131 miliar dari 444 perusahaan, Bogor Rupiah 60,1 miliar dari 124 perusahaan, Bandung se gede 39,7 miliar dari 169 perusahaan, & Cikarang se besar Rupiah 26 miliar ari 189 perusahaan (inilahkoran, 19-4-2012).
 

Yg jadi pertanyaan akbar ialah kenapa kasus yg sempat berjalan diawal mulanya mampu berjalan lagi di th waktu ini? Bahkan keadaanya lebih parah. Semestinya pihak-pihak terkait menjadikan kasus merugikan ini jadi bahan evaluasi yang merupakan pijakan buat tak terulang lagi di musim yg mendatang.

Tak dibayarkanya iuran pekerja bukanlah perkara yg remeh temeh. Perihal ini ialah satu buah wujud tak profesionalnya perusahaan yg berimbas kepada minimnya perlindungan para pekerjanya. Ketidakprofesionalan ini layak kita curigai yang merupakan wujud lain dari penggelapan dana lantaran regulasi dana yg bergerak telah tak cocok bersama prosedurnya. Kalau telah seperti itu terang ini yaitu suatu kasus pelanggaran hukum.

Uluran Tangan

Tarjadinya kasus terabaikannya hak pekerja yg diakibatkan oleh piutang jamsostek yg lumayan tinggi butuh mendapat uluran tangan baik dari pemerintah, lembaga-lembaga terkait ataupun warga. Pemerintah dalam kasus ini mesti berperan penuh yang merupakan pelindung rakyatnya yg mengalami ketidakadilan. Undang-Undang No. 13 thn 2003 mengenai ketenagakerjaan akan dijadikan kebolehan yuridis utk menindaklanjuti masalah ini. Pemerintah bisa juga mengeluarkan beraneka kebijakan-kebijakan yang lain seperti Ketentuan Presiden (Kepres), Ketetapan Mentri (Kepmen), Peraturan Pemerintah (PP) & lain-lain dalam menuntaskan kasus ini sebab semata-mata hal itu yakni upaya dalam memberangus hal-hal yg menghambat pembangunan bangsa & melindungi rakyat dari bentuk-bentuk ketidakdilan.

Lembaga-lembaga terkaitpun mesti lakukan beragam pembenahan di seluruhnya lini. Terutama bagi pihak Jamsostek sendiri mesti sesegera mungkin saja menindaklanjuti kasus yg merugikan ini lewat langkah-langkah yg bersifat taktis & strategis supaya kasus yg sempat berlangsung tak berangsur-angsur berulang-ulang kembali. Langkah yg sekarang dijalani pihak jamsostek Ja-bar Banten berupa penandatanganan hubungan kerja dgn pihak kejaksaan tinggi (Kejati) Ja-bar layak diapresiasi. 

Kita berharap melalui upaya tersebut masalah yang terjadi dapat benar-benar tuntas teratasi, sedangkan bagi perusahaan-perusahaan yang masih menyisakan utang harus merasa malu dan mawas diri. Perusahaan yang memiliki kredibilitas tentu akan senantiasa mematuhi berbagai prosedur yang ada bukannya melakukan berbagai pelanggaran.  Perusahaan-perusahaan tersebut harus sesegera mungkin melunasi utang. Hal tersebut  merupakan langkah yang profesional terutama dalam hal melindungi para pekerjanya.

Peran masyarakat pun dinilai sangat penting, masyarakat dapat bertindak sebagai “problem controler” terhadap segala aktivitas yang terjadi di sekelilingnya. Jika terjadi sesuatu yang ganjil dapat sesegera mungkin melakukan upaya-upaya yang kongkret seperti melakukan pengaduan kepada pihak terkait ataupun lembaga hukum setempat.

Maka dari itu langkah-langkah tersebut diharapkan dapat berimplikasi dengan  baik setidaknya mampu meminimalisir kelalaian suatu perusahaan yang merugikan para pekerjanya. Dengan demikian langkah-langkah yang dilakukan tersebut mampu menciptakan layanan jamsostek yang profesional sehingga berimbas pada terpenuhinya hak-hak pekerja dan memperlancar laju pembangunan bangsa.

Ingin Menuntut Hak, Malah Di-PHK

Lima pekerja di salah satu perusahaan transportasi di Pasuruan diberhentikan/ Di-PHK dikarenakan bergabung bersama Serikat Pekerja. Perusahaan PO.X mempunyai sekian banyak divisi, diantaranya yaitu divisi bengkel & divisi kru bis. Serikat Pekerja divisi bengkel sudah sukses menuntut hak mereka merupakan berkaitan bayaran, bayaran yg diberikan pada awal mulanya Rupiah. 25.000/hari padahal Penghasilan Minimum Kab se besar Rupiah. 40.000/hari & anggaran Jamsostek yg 100% dibebankan terhadap pekerja. Sekarang Ini divisi bengkel sudah menikmati penghasilan yg pas dgn UMK & mempunyai Jamsostek yg dibayarkan oleh perusahaan.

Mengikuti keberhasilan divisi bengkel dalam menuntut hak kerja mereka, para pekerja di divisi kru bis juga sejak mulai bergabung dgn Serikat Pekerja. Pekerja divisi kru bis tidak sedikit mengalami pelanggaran hak-hak pekerja, diantaranya merupakan pembagian bayaran yg menganut system bagi hasil. Perhitungannya system bagi hasil tersebut ialah :

Supir : 14% dari pendapatan bersih per hari
Kondektur : 8% dari pendapatan bersih per hari
Kenek : 6% dari pendapatan bersih per hari

Jika pekerja tak masuk kerja dapat dikenakan denda banyaknya Rupiah. 500.000/hari kecuali tak masuk kerja dikarenakan sakit. Tunjangan Hri Raya serta tak sempat diberikan terhadap pekerja. Masalah lain yakni tentang tak diberikannya sarana jamsostek, maka jika berjalan kecelakaan kerja (kecelakaan bus), pekerja mesti menanggung sendiri biayanya.

Dapat namun, perjuangan divisi kru bis lebih berat dibanding divisi bengkel dikarenakan perusahaan telah makin pintar dalam berkelit. Mereka tak memiliki Perjanjian Kerja Dgn (PKB), seluruh perintah & peraturan dikemukakan dengan cara lisan maka pekerja tak mempunyai kenyataan terdaftar yg dapat dijadikan senjata buat melawan perusahaan seperti halnya yg dilakukan pekerja di divisi bengkel diawal mulanya.
Kasus tersebut sudah dilaporkan ke Lembaga Tenaga Kerja setempat, diputuskanlah bahwa kelima orang pekerja tersebut dapat mendapat pesangon & kasusnya dapat dipindah ke Pengadilan Interaksi Industrial (PHI).
Baca Juga