Dasar Hukum dan Pengertian Wakaf.

Walaupun tidak dijelaskan secara jelas, namun ada beberapa nash al-Qur’an dan Hadits yang menjadi dasar hukum wakaf, yaitu ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Nabi yang memerintahkan agar manusia selalu berbuat kebaikan, sedangkan wakaf termasuk salah satu perbuatan yang baik lagi terpuji. Dari beberapa ayat al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar hukum adalah:

لَنْ تَنالوا البر حتى تنفقوا مما تحبون وما تنفقوا من شئ فإن الله به عليم (ال عمران: 92)

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.[1] (QS. Ali-Imran/3: 92)

ياأيها الذين آمنوا أنفقوا من طيبات ما كسبتم ومما أخرجنا لكم من الأرض ……(البقرة:267)

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu………”.[2] (QS. Al-Baqarah/2: 267)

…… وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان واتقوا الله إن الله شديد العقاب (المائدة: 2)

“……… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.[3] (QS. Al-Maidah/5: 2)


Sedangkan hadits Nabi yang dapat dijadikan dasar hukum wakaf adalah:

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: أصاب عمر أرضا بخيبر فأتى النبي صلى الله عليه وسلم يستأمر فيها فقال: يارسول الله أصبت أرضا بخيبر لم أصب مضالا قط هو أنفس عندي منه فما تأمرني به. فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم, إن شْئت حبست أصلها وتصدقت بها فتصدق بها عمر, أنها لاتباع ولاتوهب ولاتورث. قال وتصدق بها فى الفقراء وفى القربى وفى الرقاب وفى سبيل الله وابن السبيل والضيف لاجناح على من وليها أن يأكل منها بالمعروف ويطعم غير متمول مالا(متفق عليه) واللفظ لمسلم وفي رواية للبخاري: تصدق بأصلها لايباع ولايوهب ولكن ينفق ثمره.

“Dari Ibnu Umar RA. berkata, bahwa sahabat Umar RA memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk mohon petunjuk. Umar berkata: Ya Rasulullah! Saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah bersabda: bila kau suka, kau tahan tanah itu dan engkau shodaqohkan. Kemudian Umar melakukan shodaqah, tidak dijual, tidak diwarisi dan tidak juga dihibahkan. Berkata Ibnu Umar: Umar menyedekahkan kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara yang baik dengan tidak bermaksud menumpuk harta” (Muttafaq ‘Alaih) susunan matan tersebut menurut riwayat Muslim. Dalam riwayat al-Bukhari: Beliau sedekahkan pokoknya, tidak dijual dan tidak dihibahkan, tetapi diinfakkan hasilnya.[4]

Itulah antara lain beberapa dalil yang menjadi dasar hukum disyaria’tkannya wakaf dalam syari’at Islam dan kalau kita lihat dari beberapa dalil tersebut, sesungguhnya melaksanakan wakaf bagi seorang muslim merupakan realisasi ibadat kepada Allah SWT melalui harta benda yang dimilikinya, yaitu dengan melepaskan benda tersebut untuk kepentingan orang lain.

Sedangkan pengertian wakaf menurut syara’/istilah itu sendiri dapat dikemukakan dalam beberapa pengertian, sebagai berikut:

“Wakaf menurut syara’ yaitu menahan dzat benda dan mempergunakan hasilnaya, yakni menahan benda dan mempergunakan manfa’atnya di jalan Allah”.[5]

Selanjutnya pengertian wakaf yang diberikan oleh para ulama fikih adalah sebagai berikut:[6]

Pengertian pertama menurut Abu Hanifah: wakaf adalah menahan sesuatu benda yang menurut hukum tetap menjadi milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfa’atnya untuk kebaikan.

Pengertian kedua menurut Jumhur Ulama: wakaf adalah menahan suatu benda yang mungkin diambil manfa’atnya, sedang bendanya tidak tertanggu dan dengan wakaf itu hak penggunaan oleh si wakif dan orang lain menjadi terputus.

Sedangkan pengertian ketiga menurut Malikiyah; wakaf adalah perbuatan si Wakif yang menjadikan manfa’at hartanya untuk digunakan oleh penerima wakaf walaupun yang dimiliki itu berbentuk upah atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lapadh wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik.

Dari beberapa pegertian di atas dapatlah disimpukan bahwa pengertian wakaf kalau dilihat dari perbuatan orang yang mewakafkan yaitu suatu perbuatan hukum dari seseorang yang dengan sengaja mengeluarkan harta bendanya untuk digunakan manfaatnya bagi kepentingan umum dan bertujuan untuk mendapatkan ridla dari Allah SWT.

[1] Mujamma’ Khadim al-Haramain asy-Syarifain al-Malik Fahd li-Thiba’at al-Mushhaf asy-Syarif, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Madinah, tt, hal. 91

[2] Ibid, hal. 67

[3] Ibid, hal. 157

[4] As-Shan’ani, alih bahasa Drs. Abu Bakar Muhammad, Subulus Salam III, Cet. I, Al-Ikhlas, Surabaya, 1995, hal. 315.

[5] Sayyid Sabiq, alih bahasa Kamaluddin A. Marzuki. H, Fikih Sunnah, Cet. XX, Jilid. XIV, Al-Ma’arif, Bandung, hal.. 153

[6] Wahbah az-Zuhaili, DR, al-Figh al-Islam wa Adillatuhu, Cet. IV, Jilid. X, Darul Fikr, Beirut, 1997, hal. 759-7602.

Baca Juga