Wakaf yang dikenal dalam syari’at Islam bila dilihat dari segi ditunjukkan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf dapat dibagi menjadi 2 macam: Pertama wakaf itu ada kalanya untuk anak cucu atau kaum kerabat dan kemudian sesudah mereka itu untuk orang-orang fakir miskin. Wakaf yang demikian itu dinamakan wahak ahli atau wakaf dzurri (keluarga). Kedua terkadang pula wakaf itu diperuntukkan bagi kebajikan semata-mata. Wakaf yang demikian dinamakan wakaf khairi (kebajikan)[1]
Dengan demikian wakaf itu bisa berbentuk 2 macam, yaitu: [2]
1. Wakaf Ahli/Wakaf Dzurri, kadang-kadang juga disebut wakaf ‘alal aulad. Yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu saja, seorang ataupun lebih, baik keluarga si wakif atau bukan.
Jadi yang dapat menikmati manfaat benda wakaf ini sangat terbatas hanya kepada golongan kerabat sesuai dengan ikrar yang dikehndaki oleh si wakif. Wakaf ini secara hukum dibenarkan, namun pada perkembangan berikutnya wakaf tersebut dianggap kurang memberikan manfa’at bagi kesejahteraan umum, karena sering menimbulkan kekaburan dalam pengolaan dan pemanfaatan oleh keluarga yang diserahi harta wakaf tersebut, apalagi kalau keturunan keluarga si wakif sudah berlangsung kepada anak cucunya.
2. Wakaf Khairi, yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan umum.
Jadi yang dapat menikmati wakaf ini adalah seluruh masyarakat dengan tidak terbatas penggunaannya, yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusi pada umumnya dan kepentingan umum tersebut bisa untuk jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, keamanan dan lain-lain.
Wakaf inilah yang merupakan salah satu segi dari cara memanfa’atkan harta di jalan Allah SWT dan tentunya kalau dilihat dari segi manfa’atnya, ia merupakan salah satu upaya sebagai sarana pembangunan baik dibidang keagamaan, pendidikan dan lain sebagainya. Dengan demikian, benda wakaf tersebut benar-benar terasa manfa’atnya untuk kepentingan kemanusiaan tidak hanya untuk keluarga saja.
[1] Op. Cit, hal. 153
[2] Suparman Usman, Drs. H. SH, Hukum Perwakafan di Indonesia, Cet. II, Darul Ulum Press, Jakarta, 1999, hal. 35.
Dengan demikian wakaf itu bisa berbentuk 2 macam, yaitu: [2]
1. Wakaf Ahli/Wakaf Dzurri, kadang-kadang juga disebut wakaf ‘alal aulad. Yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu saja, seorang ataupun lebih, baik keluarga si wakif atau bukan.
Jadi yang dapat menikmati manfaat benda wakaf ini sangat terbatas hanya kepada golongan kerabat sesuai dengan ikrar yang dikehndaki oleh si wakif. Wakaf ini secara hukum dibenarkan, namun pada perkembangan berikutnya wakaf tersebut dianggap kurang memberikan manfa’at bagi kesejahteraan umum, karena sering menimbulkan kekaburan dalam pengolaan dan pemanfaatan oleh keluarga yang diserahi harta wakaf tersebut, apalagi kalau keturunan keluarga si wakif sudah berlangsung kepada anak cucunya.
2. Wakaf Khairi, yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan umum.
Jadi yang dapat menikmati wakaf ini adalah seluruh masyarakat dengan tidak terbatas penggunaannya, yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusi pada umumnya dan kepentingan umum tersebut bisa untuk jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, keamanan dan lain-lain.
Wakaf inilah yang merupakan salah satu segi dari cara memanfa’atkan harta di jalan Allah SWT dan tentunya kalau dilihat dari segi manfa’atnya, ia merupakan salah satu upaya sebagai sarana pembangunan baik dibidang keagamaan, pendidikan dan lain sebagainya. Dengan demikian, benda wakaf tersebut benar-benar terasa manfa’atnya untuk kepentingan kemanusiaan tidak hanya untuk keluarga saja.
[1] Op. Cit, hal. 153
[2] Suparman Usman, Drs. H. SH, Hukum Perwakafan di Indonesia, Cet. II, Darul Ulum Press, Jakarta, 1999, hal. 35.
Monday, 2 April 2012